Monday, November 3, 2008

UU Pornografi

Penari Bali menolak UU Pornografi (Courtesy of detik.com)


Kita tentu mengetahui bahwa belakangan ini ramai dibicarakan tentang Rancangan Undang – Undang (RUU) Pornografi yang telah disahkan oleh pemerintah menjadi Undang – Undang (UU) Pornografi pada hari Kamis (30/10) oleh pejabat – pejabat DPR kita yang terhormat. RUU yang sempat tersendat – sendat karena pro dan kontra di masyarakat itu akhirnya berhasil direalisasikan juga. Saya sempat shocked! mengapa RUU yang jelas – jelas nyeleneh ini akhirnya menjadi UU. Mungkin artikel saya ini tidak up to date, mengingat banyak sekali artikel – artikel sejenis di dunia maya yang membahas tentang UU Pornografi ini. Tapi, saya akan mencoba mengutarakan uneg – uneg saya sebagai seorang remaja berusia 18 tahun. Ini justru menjadi momok yang menakutkan bagi saya dan setiap orang. Bagaimana tidak, definisi dari pornografi itu sendiri sampai saat ini masih sangat tidak jelas. Saya sendiri masih sangat rancu apakah definisi dari pornografi itu sendiri. Sebagai bahan pembicaraan, mari kita lihat beberapa poin penting dari UU Pornografi ini. Saya sendiri sudah membaca seluruh draft dari UU tersebut. Jadi saya tidak mau disebut sebagai seorang remaja bodoh yang turut mencampuri urusan pejabat – pejabat DPR yang membuat UU ini tanpa mengerti dan membacanya terlebih dahulu.

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

Sebenarnya adakah diantara kita yang dapat menjelaskan secara detil sesuatu yang dapat membangkitkan hasrat seksual itu seperti apa? Mungkin bagi kita yang terbiasa akan dunia seni dan fashion hal – hal “kecil” seperti gaun belahan dada rendah ala Valentino tidak akan membuat kita terangsang. Tapi for those abang – abang becak, ojek, dan pejabat – pejabat DPR gaun tersebut membuat mereka terangsang. Ya, dari kalimat saya tersebut anda sendiri bisa menyimpulkan kalau saya menyetarakan pejabat – pejabat DPR dengan abang – abang tersebut.

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Saya mau bertanya kepada bapak – bapak DPR yang “sangat terhormat”. Jadi pasangan suami istri (pasutri) dilarang melihat dan menyimpan film – film porno? Which is yang biasa digunakan pasutri – pasutri tersebut untuk variasi hubungan seksual? Dan kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang – undangan itu siapa? Apakah untuk membeli/ menyimpan benda – benda porno tersebut kita harus melapor ke RT/ RW setempat dan kemudian membuat “surat izin” terlebih dahulu? Dengan demikian apabila ada razia dari “pihak – pihak berwajib” kita tinggal menunjukkan “surat izin” tersebut? Sangat tidak masuk akal! Ini sama saja dengan mengatur hak seseorang dan mencampuri kehidupan pribadi seseorang!

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Ini termasuk salah satu draft yang aneh menurut saya, dengan adanya Pasal tersebut, jelas seakan – akan ada unsur pornografi di seni dan budaya, adat istiadat, serta ritual tradisional kita. Apakah para pejabat – pejabat tersebut bisa mendefenisikan arti seni dan budaya kita? Sehingga mereka membuat pengecualian sendiri? Di bagian kedua Pasal 21 di UU ini, dituliskan bahwa,

Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Inilah salah satu isi yang membuat saya takut juga, takut akan apa? Takut akan “oknum – oknum” tertentu yang bertindak sesuka hati mereka memberantas apa yang mereka anggap sebagai pornografi dan bertindak main hakim sendiri. Sudah bukan rahasia lagi, kalau ada beberapa oknum tertentu yang mengatas namakan agama melakukan tindakan semena – semena terhadap penghancuran kantor sebuah majalah dewasa pria berlisensi dari negeri Paman Sam, dan itu terjadi sebelum UU ini disah-kan! Anda dapat membayangkan “sepak terjang” mereka selanjutnya begitu UU ini telah disahkan oleh pemerintah. Bahkan saya sendiri sudah mendengar bahwa telah beredar “pihak – pihak berwajib” yang mengatasnamakan UU ini melakukan razia terhadap apa yang mereka anggap sebagai pornografi dengan melakukan pungutan – pungutan liar sebagai “uang sogok”. Sungguh sangat tragis!
Pemerintah seharusnya bersikap lebih bijak dan lebih peka terhadap masalah – masalah yang dilanda negeri ini daripada memikirkan UU yang justru akan membawa masalah – masalah baru lagi. Indonesia sebagai Negara ke-empat terbesar di dunia yang memiliki beragam suku, agama serta budaya, pemerintah hendaknya lebih mempererat persatuan daripada mengatur hal – hal yang justru akan membuat rentan perpecahan bangsa. Kita lihat saja Jepang, sebagai Negara yang sudah terkenal akan hal – hal berbau porno yang dengan sangat mudah ditemui disetiap sudut kota tidak pernah membuat UU semacam ini, UU yang mereka buat adalah UU yang melindungi perempuan dan anak – anak dari pelecehan seksual. Begitu juga dengan Amerika. Dan fakta membuktikan bahwa mereka dapat menjadi raksasa – raksasa dunia.
Tapi bukan berarti saya setuju akan pornografi, saya sendiri juga sangat menentang pornografi! Bagi saya yang termasuk pornografi adalah para pedofil, pelecehan seksual terhadap wanita yang kerap terjadi di mana saja (mulai dari pelecehan seksual paling ringan seperti bersiul melihat wanita memakai rok/ celana pendek), poligami, poliandri, dan pernikahan dengan anak di bawah umur. Saya sangat setuju bila pemerintah membuat UU untuk mengatur semua itu, daripada membuat UU yang tidak jelas mendefenisikan apa yang dimaksud pornografi itu. Yang juga saya sesalkan dari UU ini adalah, saya dan orang – orang yang bekerja dan berkecimpung di industri kreatif merasa dirugikan sekali atas adanya UU ini. Segala sesuatu yang kita anggap “biasa – biasa” saja sering kali dianggap sebagai pornografi oleh para pejabat – pejabat DPR. Apakah mereka sendiri mengerti apakah definisi seni itu? Cakupan seni sendiri sangat luas, saya kadang bahkan tidak mengerti mengapa ada lukisan “asal coret” oleh seniman – seniman yang bisa dihargai hingga ratusan bahkan milyaran Rupiah.
Ini sama saja bila ada RUU Anti Seni apakah para pejabat – pejabat kita bisa mendefenisikan arti seni ke dalam lingkup yang lebih luas? Saya sangat mendukung sekali keputusan masyarakat Bali untuk membangkang dari UU ini. Sangat tidak masuk akal sekali jika melarang turis memakai bikini dan berjemur di pantai, atau melarang mereka membeli patung – patung ukiran lekuk tubuh wanita eksotis (sekali lagi, yang kita anggap sebagai seni) khas Bali. Sudah jelas – jelas bahwa Bali termasuk salah satu pendapatan devisa terbesar dari sektor pariwisata, dan dengan adanya UU Pornografi ini tentu akan “melumpuhkan” industri pariwisata di Bali yang belum pulih total semenjak Bom Bali 2. Sungguh Ironis!
Pemerintah seharusnya “berkaca” bahwa yang perlu diperhatikan sekarang adalah nasib anak – anak yang kelaparan dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak, infrastruktur kota yang semerawut, perekonomian Negara, masalah – masalah Korupsi Kolusi dan Nepotisme, dan berjuang bersama – sama rakyat untuk membenahi Indonesia menjadi Negara yang lebih baik dan makmur di kemudian hari. Bukannya memecah – belah bangsa kita ini dengan UU tidak masuk akal tersebut!
Tidak dapat dipungkiri, bahwa pornografi tetap ada dan akan tetap eksis di belahan dunia di manapun. Contoh bahwa ternyata di Saudi Arabia dimana wanita – wanita-nya berpakaian sangat tertutup saja toh ternyata masih ada kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan di sana, begitu juga di Malaysia. Jadi tergantung individu masing – masing bagaimana menyikapinya. Hal yang membuat anda terangsang secara seksual belum tentu membuat saya terangsang juga kan?